Selasa, 27 November 2007

Saksi KLH Hanya Memantau, Tidak Memulihkan Rusaknya Kualitas Lingkungan

Sumber: Walhi

Persidangan kasus gugatan Walhi terhadap Lapindo dkk di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/11) menghadirkan saksi terakhir dari pihak tergugat Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Indarto Sutanto, yang bekerja sebagai pejabat pengawas lingkungan hidup di Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), sebuah instansi di bawah KLH, bertugas melakukan pemantauan di lokasi semburan lumpur Sidoarjo sejak 10 Juni 2006.

“Tugas kami melakukan pendataan area untuk membatasi meluasnya area genangan lumpur, mengurangi jatuhnya korban dan menjaga agar objek-objek vital seperti jalan tol, sungai, saluran irigasi dan permukiman tetap berfungsi, serta memasang simbol-simbol bahaya mana-mana tanggul yang mudah longsor dan orang bisa tercebur,” Indarto menjelaskan detail penugasannya. Usul pembuatan tanggul dan kolam-kolam penampung lumpur juga datang dari tim penanggulangan lumpur di mana Indarto tergabung. “Tapi sejak Februari 2007, tim kami tidak lagi berkantor di Surabaya, posko sudah tidak ada lagi. Meskipun demikian, tiap bulan sekali kami masih mengambil sampel.”

Ketika ditanya oleh hakim ketua Soedarmadji, SH mengenai surat tugas dan kaitannya dengan jabatannya, Indarto menjelaskan bahwa tugas sebagai pejabat pengawas lingkungan hidup adalah mengawasi kinerja lingkungan sebuah perusahaan, misalnya dalam pengelolaan limbah B3. “Kami melakukan verifikasi lapangan, dan membuat laporan pengawasan untuk nantinya dinilai apakah layak atau tidak perusahaan mendapat izin operasional,” kata Indarto, “Izin hanya bisa dikeluarkan oleh Menteri, kami tidak berwenang soal perizinan.”

“Sebelum terjadi semburan lumpur juga sudah dilakukan pengawasan terhadap PT Lapindo Brantas?” tanya hakim ketua. “Sudah, berkaitan dengan limbah produksinya. Tapi itu tapi dilakukan oleh petugas lain,” jawab Indarto.

“Setelah terjadi semburan, apakah anda juga melakukan perbaikan kerusakan lingkungan?” tanya hakim ketua lagi. Indarto menjawab, “Tidak, kami hanya membuat rekomendasi kepada unit pemulihan kualitas lingkungan, di bawah Asisten Deputi. Pada awal terjadi semburan, kami optimis bahwa semburan bisa dihentikan. Karena itu dibuat rencana pemulihan, tapi ternyata semburan terus berlanjut. Setelah ada BPLS, unit pemulihan tidak ada lagi di lapangan. Yang ada hanya pemantauan di bawah Asisten Deputi Pengendalian Pencemaran Lingkungan.”

Lumpur Dibuang ke Kali Porong, Surabaya bisa Banjir
Terkait dengan pembuangan lumpur ke Kali Porong, sebetulnya tim penanggulangan lumpur mempunyai usulan lain. Berdasarkan kajian Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), fungsi Kali Porong antara lain untuk mencegah banjir melanda kawasan Surabaya. Jika lumpur dibuang melalui Kali Porong, dikhawatirkan lumpur akan memblok Kali Porong. Ketika musim hujan datang, Surabaya bisa terendam banjir. Karena itu menurut Indarto, diusulkan agar dibuat kanal khusus untuk mengalirkan lumpur ke laut. “Gambar rancangan teknik pembuatan kanal sudah dibuat secara sederhana oleh Timnas maupun ITS, tapi dalam kenyataannya tidak pernah direalisasikan,” kata Indarto.

Mengenai kualitas udara di lokasi semburan, Indarto mengakui tidak ada yang bisa dilakukan sehingga tim penanggulangan lumpur hanya bisa menyarankan agar menjauhi lokasi. Di kawasan ring satu semburan lumpur, sebaiknya tidak berlama-lama atau menggunakan masker pengaman. Sedangkan air lumpur sendiri langsung dibuang, tidak dilakukan pengolahan. Sebagian terlepas secara alami, ada yang masuk ke saluran irigasi sehingga air tidak dapat diminum lagi karena rasanya asin.

Di akhir persidangan, kuasa hukum pihak tergugat (KLH) mencoba menarik kesimpulan dari jawaban saksi yang diajukannya, bahwa sebagai instansi yang bertugas mengelola lingkungan hidup KLH sudah bekerja sesuai dengan tugas dan wewenangnya dalam kasus Lumpur Sidoarjo. “Secara garis besar, kami sudah bekerja maksimal melakukan pengawasan dan pengambilan sampel, dan membuat rekomendasi untuk jangka panjang,” jawab Indarto. Tapi dari jawaban-jawaban saksi, tugas yang dibebankan kepadanya sebagai pengawas lingkungan hidup BPLH sangat terbatas dan tidak memadai untuk kasus sebesar Lumpur Sidoarjo, dan tidak menggambarkan peran yang seharusnya diemban oleh KLH. Untuk pribadi saksi, memang sudah maksimal tugas yang dikerjakannya, tapi secara keseluruhan instansi KLH dengan banyak unitnya tidak terungkap di persidangan bagaimana perannya.

Sidang kali ini ditutup dengan mengagendakan pembacaan kesimpulan pada dua pekan mendatang.

Tidak ada komentar: