Kamis, 22 November 2007

LSM Tuntut Pengusaha Penghancur Hutan Sukanto Tanoto Ditangkap

Sumber: Walhi

Kasus bebasnya Adelin Lis di persidangan PN Medan membuat geram banyak kalangan. Terbukti betapa lemahnya penegakan hukum di Indonesia jika harus berhadap-hadapan dengan cukong utama pelaku penghancuran hutan. Sementara di provinsi lain, praktik penghancuran hutan atas nama HPH dan HTI seperti yang dilakukan oleh RAPP (Riau Andalan Pulp & Paper) milik taipan Sukanto Tanoto juga harus diusut tuntas. Bahkan Sukanto Tanoto sendiri harus segera ditangkap dan diadili.

Seruan ini diteriakkan puluhan massa yang berunjuk rasa di depan kantor RAPP di Jalan Telukbetung 31 Jakarta, Kamis (22/11). Massa yang mengatasnamakan Komite Anti Penghancuran Hutan Indonesia (KAPHI) ini bergerak dari depan Bundaran Hotel Indonesia dengan membawa poster-poster antara lain berbunyi “Sukanto Tanoto Penjahat Lingkungan!” dan “Moratorium Logging Now!”

KAPHI terdiri dari sejumlah organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup, pembaruan agraria, kalangan jurnalis dan penegakan HAM, yaitu WALHI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Environment Parliament Watch Jakarta, Sawit Watch, LSADI, Sarekat Hijau Indonesia, KpSHK, STN, AMAN, Konsorsium Pembaruan Agraria, Green Student Movement, HuMA, FPPI, SPHP dan Jikalahari Riau.

Menurut para pengunjuk rasa, industri pulp dan kertas yang dibangun Sukanto Tanoto selama ini dijalankan secara tidak berkelanjutan (sustainable), karena mengambil bahan baku dari hutan alam dan hanya sebagian kecil dari kebun HTI mereka sendiri. Kapasitas pabrik RAPP tercatat 2 juta ton per tahun, dan membutuhkan kayu sebanyak 9,46 juta meter kubik. Lebih dari 4,2 juta meter kubik per tahun (42,26%) diperoleh dari hutan alam. Praktik inin telah berlangsung lebih dari 15 tahun. Saat krisis moneter 1997, kerajaan bisnis Raja Garuda Mas (RGM), induk dari RAPP, tersangkut utang sebesar 1,14 milyar dolar akibat penyalahgunaan dan pelanggaran peraturan perbankan yang dilakukan melaluli bank miliknya sendiri, Unibank. Menggunungnya utang tidak menyurutkan langkah Sukanto Tanoto terus melakukan perluasan kapasitas industrinya, dengan menyiasati hukum di Indonesia sehingga sebagian besar utangnya ditanggung oleh Negara melalui Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dengan demikian, Sukanto Tanoto telah melakukan kejahatan perbankan dan kejahatan lingkungan yang merugikan Negara maupun keselamatan rakyat banyak.

“RAPP menguasai 2 juta hektar lahan di Riau, itu berarti hampir tiga perempat wilayah provinsi Riau. Hanya karena satu orang, rakyat banyak dikorbankan!” kecam Syahrul (WALHI) dalam orasinya.

Sementara Pius, juga dari WALHI, mengingatkan bahwa banyak perusahaan menguras sumber daya alam sementara rakyat sekitarnya menderita banjir ketika hutan habis ditebangi. Di Jawa Timur, puluhan ribu orang kehilangan rumah karena tergenang lumpur Lapindo. Sedang di Sulawesi Utara, perusahaan pencemar lingkungan PT Newmont Minahasa Raya balik menggugat aktivis lingkungan dengan ganti rugi yang sangat besar, sama halnya dengan perusahaan pulp RAPP yang menggugat media massa, demi membungkam kritik. Wong, aktivis WALHI Riau, menandaskan bahwa tidak mungkin media mengungkap kasus tidak berdasarkan fakta.

Jika selama ini yang menjadi perhatian publik adalah soal pembalakan liar (illegal logging), Erwin (WALHI) menilai bahwa justru perusahaan-perusahaan legal-lah yang selama ini telah menghancurkan hutan. “RAPP mengambil kayu puluhan kilometer dari wilayah konsesinya,” ungkap Erwin, “tapi RAPP bilang ‘kami sah, karena dapat izin dari Menteri Kehutanan MS Kaban!’ Izin itu nyatanya dipakai untuk membabat hutan.”

Karena itu diusulkan agar pemerintah harus tegas melakukan terobosan untuk melakukan tindakan jeda tebang (moratorium logging) selama 15 tahun. Artinya, selama kurun waktu 15 tahun tak ada lagi izin konsesi dan konversi kawasan hutan baru baik untuk kepentingan perkebunan besar, HTI, HPH ataupun pertambangan besar. Sementara untuk konsesi yang telah dikeluarkan, pemerintah wajib melakukan audit menyeluruh. Izin pengambilan kayu diperbolehkan hanya untuk kepentingan non-ekspor (dalam negeri).

Orator lain dari AJI, Sawit Watch dan AMAN menyerukan tuntutan serupa. Aksi juga diwarnai penempelan stiker bertuliskan “Tangkap Sukanto Tanoto – Koruptor BLBI – Mafia Kayu Indonesia – Penggelap Pajak Negara” di pagar kantor RAPP.

Tidak ada komentar: