Senin, 26 November 2007

Menteri Pertanian: Perubahan Iklim Bisa Juga Menguntungkan

Sumber: Walhi

Perubahan iklim dikhawatirkan berdampak pada persoalan ketahanan pangan di Indonesia. Selama ini ketersediaan pangan digantungkan pada daerah-daerah kantung beras terutama di Pantura Jawa, mengingat kesuburan lahannya karena terbentuk dari endapan gunung berapi. Tetapi karena letaknya yang dekat dengan laut dan dataran rendah, jika terjadi kenaikan permukaan air laut akibat pencairan es di Kutub Utara, daerah-daerah ini yang paling rawan terkena dampaknya terendam air laut. Bagaimana skema pemerintah menghadapi perkiraan ini, jika terpaksa harus memindahkan lokasi, bagaimana pula kaitannya dengan dampak perubahan suhu. Kekhawatiran ini diungkapkan Dinar Rani Setiawan, Manajer Kampanye Air dan Pangan WALHI dalam talkshow “Rakyat Bicara” di TPI, Selasa (26/11), dengan tajuk Perubahan Iklim dan Penyediaan Pangan bagi Masyarakat.

“Perubahan iklim juga bisa menguntungkan kita,” demikian tanggapan Menteri Pertanian Anton Apriantono. Contohnya, menurut Mentan, tahun 2007 Indonesia mengalami kemarau basah yang justru meningkatkan produktivitas pertanian.

Dua langkah penting yang diambil pemerintah adalah adaptasi dan mitigasi. Dalam upaya beradaptasi terhadap perubahan iklim, pemerintah berusaha mengembangkan varietas padi yang lebih tahan terhadap salinitas serta yang tahan kekeringan. Selain itu juga dilakukan ekstensifikasi di Luar Jawa, serta pemetaan potensi varietas tanaman. Pada 2008, pemerintah berencana menambah lahan 45.000 hektar.

Pernyataan Mentan dikritisi oleh pengamat pertanian IPB, Hermanto Siregar. Dalam jangka pendek, simulasi menunjukkan memang ada benefit perubahan iklim dalam mendongkrak produktivitas. Tapi perkiraan jangka panjang terjadi penurunan produksi hingga 15 persen, dengan perincian 11 persen karena kehilangan produksi dan sisanya 4 persen karena kehilangan luas panen. Dampaknya, sekitar 32 juta jiwa akan jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Hermanto menambahkan bahwa perubahan iklim tidak dapat diprediksi dengan baik, sehingga diperlukan edukasi dan respon cepat kepada para petani, dengan melakukan penyuluhan dan kerja sama lintas departemen. Dengan Departemen Kehutanan misalnya, untuk pemanfaatan hutan-hutan yang dalam kondisi ditelantarkan. “Opportunity lost yang sangat besar,” kata Hermanto, “perlu dibuka akses kepada rakyat, dengan mempercepat reforma agraria agar ada kepastian bagi para petani penggarap, di samping akses kredit pertanian.”

Tidak ada komentar: