Kamis, 08 November 2007

Saksi Ahli Lapindo: Lumpur Sidoarjo “Murni Peristiwa Alam”

Sumber: Walhi, Walhicourtcase's Weblog

Persidangan kasus gugatan Walhi terhadap PT Lapindo Brantas dkk Rabu (7/1) menghadirkan tiga saksi ahli dari pihak tergugat. Saksi pertama Ir Agus Guntoro, dosen Teknik Geologi Universitas Trisakti, berusaha meyakinkan majelis hakim bahwa fenomena Lumpur Sidoarjo merupakan mud volcano yang murni akibat aktivitas alam, tidak ada campur tangan manusia sama sekali. Kejadian itu menurut Agus tidak ada kaitannya dengan aktivitas pengeboran oleh PT Lapindo Brantas, melainkan dipicu oleh gempa Yogyakarta 27 Mei 2006.

Agus yang juga anggota IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia), bergabung dalam tim investigasi yang dibentuk IAGI untuk melakukan penelitian kasus Lumpur Sidoarjo, melakukan penelitian lapangan antara bulan Juli hingga September 2007. Ketika ditanyakan oleh penggugat dari Walhi mengenai hasil penelitian tersebut, Agus mengaku tidak tahu apakah sudah dimasukkan ke dalam laporan yang diserahkan kepada pemerintah atau belum. Kepada majelis hakim, saksi dan pengacara para tergugat, pihak Walhi menunjukkan Laporan Pemeriksaan BPK yang sudah memuat hasil penelitian IAGI. Dalam Laporan Pemeriksaan BPK sendiri disimpulkan bahwa terdapat dugaan “kesalahan manusia” dalam proses eksplorasi sumur Banjar Panji 1 yang diduga memicu terjadinya semburan lumpur. Pendapat para ahli termasuk hasil penelitian IAGI yang menyatakan bahwa Lumpur Sidoarjo disebabkan oleh gempa Yogyakarta hanya menjadi keterangan tambahan dalam laporan tersebut.
Saksi ahli kedua Prof Dr Ir Sukandar Asikin, PhD, guru besar Teknik Geologi ITB. Dengan memaparkan teori tentang fenomena pergerakan lempeng benua – sesuai keahliannya sebagai pakar tektonik – Asikin mengarahkan pendapatnya bahwa peristiwa Lumpur Sidoarjo diakibatkan oleh gempa Yogyakarta. Seperti saksi sebelumnya yang mengatakan bahwa fenomena mud volcano banyak terdapat di tempat-tempat lain di Indonesia seperti di Timor dan Irian di mana tidak ada aktivitas pengeboran sebelumnya, Asikin menyatakan Lumpur Sidoarjo disebabkan oleh aktivitas tektonik. Gempa Yogyakarta menyebabkan terjadinya patahan di daerah-daerah yang struktur batuannya lemah dan “kebetulan” berada di bawah permukaan Sidoarjo. Pendapat ini dipertanyakan oleh penggugat dari Walhi, sebab Sidoarjo berjarak sekitar 250 km dari pusat gempa, sedang Bleduk Kuwu (Purwodadi) yang hanya berjarak 120 km tidak terpengaruh sama sekali. Jawaban Asikin “sederhana” saja dan terkesan tidak ilmiah: Bleduk Kuwu umurnya sudah ratusan tahun, wajar keluar lumpurnya hanya sedikit.

Sementara staf ahli riset ITS Ir Moch Sofyan Hadi Djojopranoto, saksi ahli ketiga, yang juga merupakan Deputi Bidang Operasi Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) lebih banyak menjelaskan upaya-upaya yang dilakukan BPLS dalam mengatasi semburan lumpur dengan membuat tanggul-tanggul dan mengalirkannya ke laut melalui Kali Porong. Sofyan juga sependapat dengan para saksi ahli sebelumnya bahwa Lumpur Sidoarjo disebabkan oleh aktivitas tektonik, bahwa daerah Sidoarjo berada dalam garis patahan yang memanjang hingga ke Selat Madura, dan dalam sejarah sudah terjadi fenomena serupa yang berumur ratusan tahun, bahkan tercatat dalam prasasti zaman Majapahit dan dibuatkan candi di atasnya (Tawangalun).

Pendapat ketiga saksi ahli jelas-jelas menunjukkan keseragaman yang berusaha menggiring ke arah aktivitas alam (gempa Yogyakarta) sebagai penyebab keluarnya semburan lumpur di Porong Sidoarjo dan tidak ada konektivitasnya sama sekali dengan aktivitas manusia, dalam hal ini pengeboran yang dilakukan PT Lapindo Brantas. Jadi, hanya “kebetulan” semata-mata. Pendapat ini berbeda dengan penjelasan ahli-ahli geologi yang lain yang diajukan oleh pihak Walhi sebelumnya, juga tulisan Mark Tinglay geolog Australia yang menunjukkan kemiripan kasus Lumpur Sidoarjo dengan kasus yang dihadapi oleh perusahaan minyak Shell di Brunei, di mana terjadi semburan lumpur yang berjarak 500 meter dari sumur eksplorasi, sedang di Sidoarjo hanya berjarak 200 meter. Anggapan bahwa Lumpur Sidoarjo terjadi “murni karena alam” terpatahkan.

Tidak ada komentar: