Kamis, 26 Agustus 2010

Menolak ACFTA Lewat Nonton Film Bareng

Sumber: Majalah Publik, Edisi II (Agustus-September 2009)

Media film sungguh bermanfaat untuk mengangkat permasalahan masyarakat. Setelah tercerahkan oleh pemutaran film “The Corporation”, pada Jumat (16/4) selepas isya di pelataran kampus Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), kalangan intelektual, dosen dan mahasiswa, bersama para aktivis buruh dari Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan (FSP KEP) SPSI yang memilih mendiskusikan apa dan bagaimana dampak ACFTA yang per 1 Januari 2010, resmi berjalan pada jalur normal (normal track) dengan seluruh tarif bea masuk di-nol-persen-kan.

Dodi Mantra, pengajar di Prodi HI UAI, mengungkapkan strategi “tendang tangga” China dalam meraih pertumbuhan ekonomi agar tidak dikejar oleh para pesaingnya. Sedangkan Muhammad Rahman Salim, aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa HI Indonesia (FKMHII) yang juga peneliti di Pusat Studi Pertahanan dan Perdamaian (PSPP) UAI, meyakini bahwa ACFTA dapat ditangkal sebagaimana serangan peluru kendali pun bisa dihadapi melalui penangkalan (deterrence). Di akhir acara, dibacakan Maklumat Sisingamangaraja sebagai bentuk penolakan terhadap ACFTA dan menyuarakan desakan agar DPR segera membentuk Pansus ACFTA beserta badan pengawasnya.

Selain kalangan kampus, di pedesaan kaki Gunung Salak, tepatnya desa Cihideung Udik, Ciampea, para anak muda berlatar belakang petani pun tak kalah rasa ingin tahunya mengenai dampak ACFTA terhadap rakyat. Melalui media film, mereka yang tergabung dalam Komunitas Layar Tancap Ciampea pada Sabtu malam (17/4) kembali memutar “The Corporation”, film dokumenter besutan Mark Achbar. Film yang membongkar borok-borok korporasi ini, mengidentifikasi gejala-gejala psikopat yang diidap oleh korporasi.

Menjelang perayaan Hari Buruh Sedunia, komunitas Sanggar Bapontar-Saung Awi memfasilitasi kalangan seniman yang tergabung dalam Front Kebudayaan Nasional (FKN) menggelar malam seni (31/4), disertai pemutaran film “Laskar Pelangi” bagi anak-anak penduduk sekitar sanggar. Malam itu berbagai elemen FKN mengekspresikan penolakan ACFTA dan mengkampanyekan “Cintai Produk Nasional” melalui lagu-lagu, musikali puisi dan monolog. Besoknya (1/5), sebagai bentuk solidaritas terhadap kaum buruh, FKN mengarak ogoh-ogoh ke depan gedung DPR Senayan dan menampilkan teaterikal yang menggambarkan beratnya beban ACFTA bagi rakyat.

Kalangan buruh yang gencar melancarkan aksi-aksi penolakan ACFTA juga menggelar pemutaran film “New Rulers of the World” di halaman sekretariat DPC SPSI Bekasi pada Sabtu malam (19/6). Ditemani bajigur dan gorengan, lebih dari 50 pengurus tingkat basis disuguhi tontonan yang menggambarkan eksploitasi perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) terhadap kaum buruh Indonesia. Begitu ekstremnya, sehingga gaji satu bulan seorang buruh hanya sanggup untuk membeli tali sepatu yang diproduksinya sendiri. Dalam film tersebut, John Pilger mengungkapkan betapa globalisasi melahirkan utang, privatisasi dan kesengsaraan bagi rakyat negara-negara berkembang.

Ketua FSP KEP R. Abdullah mengkhawatirkan dampak globalisasi yang kini mewujud dalam bentuk kesepakatan perdagangan bebas (FTA) terhadap generasi mendatang. “Anak-anak kita akan menjadi antrean pencari kerja,” demikian kekhawatirannya. Revitriyoso Husodo, Program Officer Kampanye dan Jaringan IGJ yang juga koordinator Koalisi Rakyat Tolak ACFTA, mengungkapkan ambiguitas pemerintah yang berniat meningkatkan daya saing dalam rangka menghadapi FTA, tapi malah menaikkan tarif dasar listrik (TDL), disusul kemudian dengan BBM dan gas elpiji. Pengusaha terpaksa melakukan penghematan produksi yang berujung pada penurunan tingkat kesejahteraan buruh, bahkan PHK massal.(sudi)

Selengkapnya......